Saturday, 15 August 2015

Bapantul



Apa?! Bapantul?”

Kemarin, tanggal 29 April 2015 adalah hari tari sedunia. Awalnya, menurut saya ya biasa saja karena paling isinya cuma orang-orang menari dan karena ada kata sedunia ada tamu bule, mungkin?
Ternyata tidak, tidak sesempit itu, hari tari sedunia adalah sebuah hari di mana para insan pecinta tari baik itu seniman dan komunitas-komunitas pecinta seni melakukan kontribusi pada kota tercinta ini, Banjarmasin,  dengan cara mengadakan suatu acara yang bebas diikuti oleh seluruh seniman atau komunitas pecinta tari yang ada di seluruh kota Banjarmasin, yang juga boleh diikuti dari luar Banjarmasin.

Waktu itu saya baru tahu bahwa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) saya, Kampoeng Seni Boedaja (KSB) turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, turut menyumbangkan seni musik gamelan dan salah satu tarian, dengan tujuan untuk semakin memeriahkan acara tersebut dan menjalin silaturahmi. Dan saya baru tahu bahwa saya ternyata juga harus ikut dalam tarian tersebut. Awalnya bingung karena saya tidak bisa menari tapi kenapa malah mengajak saya? Sukurlah tarian yang dimaksud bukan tarian yang penuh koreo dan latihan panjang. Hanya sebuah tarian spontan yang membutuhkan mental super tebal untuk melakukannya. Tahu tari apakah itu? namanya Bapantul.
Bapantul adalah salah satu cabang kesenian tari tradisional yang menggunakan topeng, kostumnya terkesan seram, lucu, konyol, kocak, dsb. Peserta memakai daster dan kerudung (namun boleh dikreasikan dengan apapaun) selama seluruh bagian kepala tertutup. Hal ini dilakukan untuk satu hal, yaiitu? Ya! Privasi .haha gila aja masa udah pakai kostum heboh ditambah aksi yang gila tapi muka malah kelihatan.

 Coba tebak yang mana kah saya? :D

Awalnya memang saya mengerutkan dahi, apakah saya bisa melakukan ini, menghadapi khalayak umum yang sangat ramai dengan berpakaian sangat tak lazim seperti itu? Hhhh tapi entah kenapa saya suka melihat peserta bapantul itu di acara-acara kemarin, sepertinya mereka bisa lebih bebas gitu dalam berekspresi, semua kegilaan-kegilaan bisa mereka keluarkan karena tidak ada yang tahu juga identitas asli mereka (paling hanya bisa menebak dari postur tubuh saja).

Gerakannya biasa saja, hanya ketika musik gamelan atau apapaun sebagai pengiringnya mulai, tunggu beberapa saat para pamantul (peserta bapantul) keluar dari sisi pinggir panggung menuju ke tengah dan menghamburkan suasana, berjalan dengan konyol entah itu berkenjot-kenjot, ngesot, sampai goyang dribble guna untuk mendapatkan perhatian dari penonton. Saya lihat ekspresi mereka ada yang tertawa,  penasaran, sampai berlari karena ketakutan melihat kostum yang seseram itu, khususnya anak-anak haha senang rasanya bisa menghibur mereka semua walaupun bajunya panas, topengnya sempit dan sangat tidak leluasa bernapas apalagi dengan cuaca yang biasa disebut “panas manggantang” dan idiom lokal “saking panasnya, iwak karing gin banaung!” 

Secara keseluruhan saya sangat menikmati acara ini, karena saya menyukai seni, seni itu adalah suatu wadah di mana kita bebas melakukan ekspresi diri bahkan sampai melakukan pelanggaran-pelanggaran maksim. Seni tidak seperti ilmu-ilmu lain seperti sejarah, politik, ekonomi, hukum, sains, dst.  Semua diwujudkan hanya untuk menciptakan keserasian, keindahan, dan yang pasti kebersamaan yang tak terpisahkan dalam menciptakan serta mengapresiasi sebuah karya. Semoga sukses selalu untuk seluruh pecinta seni di Banjarmasin dan di mana pun Anda berada.